KALAU BIDADARI TURUN DARI KAYANGAN

Tahun 60-an atau jauh sebelum itu sarana komunikasi masih sulit, arus informasi masih sangat lambat. Media komunikasi terbatas pada koran yang belum banyak, baik jenis maupun jumlahnya dan radio itupun hanya RRI. Buku juga masih mahal dan terbatas. Alhasil penyebaran informasi lebih banyak dari mulut ke mulut.

Seni budaya banyak menyebar lewat radio yang hanya dimiliki oleh ’orang kaya’ dan sumbernya juga hanya dari RRI. Di sisi lain, panggung pertunjukan justru lebih banyak muncul, baik itu kelas kampung yang sangat sederhana maupun kelas kota yang lebih profesional.

Dengan keterbatasan informasi ini, maka penyebaran informasi dari mulut ke mulut lebih mendominasi, entah itu berita dari pemerintah, kabar perdagangan, cerita wayang, sejarah, sampai cerita rakyat.

Cerita-cerita rakyat memang lebih banyak disebarkan dari mulut ke mulut, dari kakek-nenek ke bapak-ibu lalu menurun ke anak-cucu. Tiap malam bulan purnama, di kampung yang belum berlistrik, jika tidak hujan, di sana orang menggelar tikar di halaman rumah, kemudian orang tua bercerita ’cerita-rakyat’ dan anak-anak mendengar dengan hikmat. Cerita itu –karena tidak ada lainnya— yang dibawakan dengan sangat baik, penuh ekspresi, membawa pendengarnya ke alam kisah, hanyut terbawa cerita, membekas di hati, bahkan sebagian anak-anak –dan orang tua malah– hampir meyakini bahwa kejadian di cerita itu benar-benar ada, nyata di sekitar kita.

Salah satu cerita rakyat yang sangat terkenal adalah cerita tentang bidadari dari kayangan –tempat para dewa– yang turun ke bumi. Ada banyak versi tentang bidadari ini, tiap daerah mempunyai kisah sendiri. Berbeda di Jawa, lain Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, sampai Papua. Kadang para bidadari ini turun ke bumi dengan meniti pelangi.

Kisah Jaka Tarub dan tujuh bidadari –yang salah satunya bernama Nawang Wulan–, kisah Baru Klinting, sampai Nyi Rara Kidul merunut ke sana.

Cerita paling umum alias populer adalah turunnya para bidadari ke sebuah telaga yang airnya jernih membiru, terletak di tengah hutan belantara, jauh dari mana-mana. Di sana para bidadari bersuka ria, bersendaru gurau dan mandi bersama.

Di riwayat lain, para bidadari itu turun untuk menggoda para pertapa di tengah hutan. Maka kalau ada pelangi –atau kadang disebut juga dengan teja–, orang tua mengatakan ada pertapa yang sudah berhasil dalam pertapaannya.

Pada masa tahun 60-an atau sebelum itu banyak pula lagu yang diciptakan terinspirasi dengan cerita bidadari yang turun ke bumi itu. Dua contoh lagu yang berkisah tentang turunnya para bidadari ini adalah lagu Dewi Murni dan Lagu Telaga Biru. Coba simak saja dua lagu tersebut. Tentunya sebelum itu, silahkan membayangkan ada sebuah telaga atau danau di tengah hutan, airnya sangat jernih dan membiru warnanya. Di tepian telaga pohon-pohon besar mengelilingi, dan diatas pohon burung-burung berkicau dan bersarang di sana. Di sekitar telaga tumbuh bunga berwarna-warni dengan baunya yang harum menggoda. Pada pagi yang cerah itu tiba-tiba dari balik awan muncul tujuh bidadari terbang dengan selendang sutra sebagai sayapnya dan meluncur turun melalui lingkaran pelangi menuju ke telaga nan biru. Dan malamnya ketika bulan purnama, para bidadari bernyanyi bersuka ria, dengan suaranay yang merdu merayu . . . . .

Sudah membayangkan? Kalau sudah silahkan simak –atau dengarlah– lagu-lagu ini.

Dewi Murni

Cipt : Lagu : Sariwono Lirik : Utjin N

Dewi Murni berkembenkan sutra ungu *)

Melambai meriak rasa

Semerbak memenuhi

Angkasa beralih biru.

Reff :

Di baliknya awan

Membayang pelangi beraneka warna

Menantikan sang Dewi Murni

Turun bermandi di telaga dewa

Kuntum bunga semua

Serentak mekar menyebar wangi

Untuk menyambut Dewi Murni

Bertiti pelangi turun mandi

Catatan :

*) Kemben = kain panjang yang dipakai wanita sampai dada

Telaga Biru

Cipt : NN

Waktu bulan mulai bercahaya

Pancarkan sinarnya

Berkilauan air di telaga

Telaga biru maya

Di tengahnya bambu sejuta

Menghijau warnanya

Gemilang sinarnya di telaga

Telaga biru maya

Reff : Di waktu malam bulan purnama

Terdengar nyanyian surga

Bidadari yang bersuka ria

Menghibur hati di telaga

Di tengahnya rimba nan sunyi

Telaga bidadari

Bunga surga yang mengharumi

Telaga biru suci

Wd

Please follow and like us:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social media & sharing icons powered by UltimatelySocial