Mata Air Pegunungan

Kalau air harus dibeli . . . . .

Jaman saya kecil, saya sering mendapat cerita bahwa di negara-negara tertentu air bersih sangatlah sulit didapat, bahkan pernah mendatangkan bongkahan es besar yang diambil dari dari kutub selatan yang di-‘bungkus’ dengan plastik kemudian ditarik dengan kapal besar ke negara tersebut. Terbayang betapa sulit dan mahal ongkosnya. Oleh karena itu harga air di negara tersebut lebih mahal dari harga bensin . . . . .

Di Indonesia yang terkenal subur makmur ini, air bersih tinggal mengambil di sumur-sumur sekitar rumah, atau di sumber mata air yang terdapat di lereng gunung dan di banyak tempat di sekitar kita. Luar biasa !

Memang Indonesia sangat subur, sehingga tumbuh apa yang serba ditanam dan murah apa yang selalu di beli, dan sudah pasti air merupakan barang gratis. Tentunya kecuali di daerah-daerah yang curah hujannya sangat sedikit dan di pulau-pulau kecil yang tanahnya tidak bisa dan cukup untuk menyimpan air yang datangnya dari langit, air hujan.

Air dari pegunungan itu, yang muncul dari balik pepohonan, menjelma menjadi sumber air nan jernih dan biru, kemudian mengalir ke tanah yang lebih rendah, melalui sungai, mengairi sawah penghasil padi dan syuran, membasahi ladang yang memberikan palawija (singkong, jagung, kedelai, dll), bunga-bungaan, serta tanaman lainnya. Tentunya air yang mengalir dari pegunungan ini juga akan mengisi sumur-sumur yang ada di seantero desa yang dilalui.

Fenomena baru kemudian muncul. Air dari sumber yang besar di pegunungan ‘diambil’ oleh perusahaan air minum, yang akan mengalirkannya ke kota-kota melalui pipa-pipa besar yang menembus desa-desa. Alhasil pengairan sawah ladang menjadi berkurang. Yang dulu sawah, yang memerlukan banyak air untuk menghidupinya dan menghasilkan padi nan enak, kini tidak kuasa lagi, sawah telah berubah menjadi ladang yang hanya menghasilkan singkong dan jagung.

Yang dulu ladang penghasil jagung, kini menjadi kebun tanaman keras, karena air juga tidak jukup untuk menumbuhkannya.

Karena air mengalir melalui pipa, tidak melalui sungai dan kampung, maka selain petani kekurangan air, berkurang pula pasokan air di sumur-sumur penduduk kampung.

Pendatang baru yang mengambil air dari sumber di pegunungan bertambah lagi, yaitu dengan menjamurnya ‘pabrik air minum’ yang menjual air dalam botol-botol di kota dan desa. ‘Pabrik air minum’ ini mengambil air dari pegunungan dalam jumlah banyak dan mengangkutnya ke pabrik menggunakan mobil tangki – mobil tangki. Maka kalau dulu dari pegunungan air mengalir melalui sungai nan jernih dan biru, sekarang banyak air mengalir melalui jalanan, melalui mobil tangki. Sepanjang jalan, sepanjang waktu, sepanjang hari.

Di Indonesia yang subur makmur ini, kemudian muncul tontonan aneh, yang tidak terbayang jama saya kecil. Kini air bersih tidak –semua– gratis lagi. Air perlu dibeli. Sekarang air putih harganya bisa lebih mahal dari harga bensin. Air mahal bukan hanya cerita dari negara manca . . . . .

Bagi rakyat kecil, membeli air artinya semakin membebani yang pendapatanya memang sudah kecil itu.

Lagu Mata Air Pegunungan mencoba memotret fenomena ini . . . . .

Selamat merenungi

(Wd)

Mata Air Pegunungan

Jernih mengalir

Dari balik pepohonan

Air memancar

Memenuhi aliran kali

Sawah membentang

Sbagai tanda kehidupan

Jiwa bergetar

Memeluk ibu pertiwi

Kini,

air mengalir

melewati jalanan

bertangki-tangki

tiada henti

Duhai manis-ku

Dengarkanlah jejeritan

Orang kehausan

Karna air harus dibeli

Lyrics : Haris Shantanu

30 April 2008

Please follow and like us:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social media & sharing icons powered by UltimatelySocial