Bersatu Karena Keroncong
Rubrik Langgam <!– @page { size: 8.5in 11in; margin: 0.79in } P { margin-bottom: 0.08in } A:link { color: #0000ff } –>
”Mas, sudah tau belum ada kelompok pecinta keroncong? Buka saja di milist keroncong@yahoogroups.co.m.” begitulah percikan kalimat yang muncul pertama kali. Dan tidak berselang lama, komunitas keroncong yang bermuara di milist tersebut semakin banyak anggotanya. Semakin banyaknya anggota milist keroncong tidak terlepas dari pemberitaan di koran KOMPAS yang mengekspose komunitas keroncong saat melakukan pertemuan sebelum dimulainya acara Gebyar Keroncong di TVRI, Senayan.
“Gebyar Keroncong yang diselenggarakan oleh TVRI, menjadi salah satu momentum kami untuk bertemu dan berdiskusi. Kami tidak melulu bertemu via mailing list. Kopdar (kopi darat) alias bertemu secara langsung memang memiliki nuansa yang berbeda. Itu menguatkan kami semua,” begitu ungkap salah satu anggota KC menyikapi hambatan komunikasi yang bisa jadi muncul di dalam komunitas.
Keroncong Community : komunitas pluralis dan inklusif
Komunitas Keroncong atau Keroncong Community (KC) terdiri dari berbagai kalangan dengan beragam latar belakang. Guru TK, Pegiat Koperasi, ahli IT, Penyanyi, Pemusik, Pecinta Musik, Pengacara, Pekerja Sosial, dan masih banyak profesi yang bergabung dalam KC ini. “Kami bergabung demi kemajuan musik keroncong di Indonesia, maka kami bersatu untuk mendukung hal itu. Dan untuk menacapai keajuan dalam perkembangan musik keroncong, mau tidak mau kami ya harus terbuka. Terbuka terhadap semakin banyaknya anggota dan terbuka bagi kritik untuk kemajuan itu sendiri” .
Isnani (31 th) memilih bergabung dengan KC untuk mengenal musik keroncong lebih jauh. Perempuan muda ini, yang sehari hari bekerja di Satuan Kerja Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) malah akhirnya ikut terlibat secara aktif dalam upaya mengembangkan media informasi keroncong. Sebagai alumnus FE UGM, Isnani mencoba memberikan sebagian ilmunya untuk membantu dalam hal keuangan di komunitas keroncong.
“Saya sendiri tengah belajar dan mencari originalitas serta otensisitas, keroncong merupakan oase di tengah gurun musik yang terindustrikan. Oleh karenanya, “to the most extent, its originality that attract me, dan terasa banget kalau keroncong (yang klasik terutama) diciptakan penuh kejujuran, bukan jenis musik yg dimunculkan untuk memenuhi selera pasar, tapi lebih pada ekspresi artistik senimannya, tanpa peduli, apakah ia akan disukai public.” Agar keroncong berkembang lebih pesat ke depan, maka intinya, ketika seni menjadi produk hiburan, dia diharuskan menjangkau skala konsumsi sebesar mungkin, oleh karenanya, subyektivitas seniman harus dikorbankan, padahal sementara otentisitas itu justru berasal dari keunikan seniman (and hence, highly subjective).
Adalah Adi B. Wiratmo (35 th), pimpinan Orkes Keroncong Jempol Jenthik, Bandung. Adi B. Wiratmo memiliki obsesi besar terhadap musik keroncong. Maka, selain aktif dalam OK Jempol Jenthik, ahli IT ini sibuk membangun jaringan komunitas keroncong lintas wilayah. Dan keterlibatan Adi B. Wiratmo pada KC sangat besar. “Ya, saya bersama kawan-kawan di OK Jempol Jenthik berusaha keras melestarikan musik keroncong, selain kami mencintainya tentu saja,” tegasnya.
“Saya pribadi sangat suka dengan keroncong. Namun saya belum banyak menemukan hal-hal baru dalam keroncong. Syair-nya pun masih yang lama. Untuk bertahan hidup, keroncong harus hadir secara baru, artinya harus ada syair baru bahkan jika perlu corak-corak baru yang nantinya akan semakin memperkaya keroncong itu sendiri. Memperkaya khasanah musik pada umumnya,” demikian alasan keterlibatan Haris (42 th) pada KC. Haris, ayah satu anak yang bekerja di Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan, aktif juga sebagai Ketua Koperasi BERGERAK di Jakarta Timur ini berharap pada suatu saat nanti musik keroncong bisa mendunia, “Itu bukan hal yang mustahil, keroncong bisa saja mendunia, namun semua membutuhkan prasyarat, yakni 1) berani berubah; 2) semakin banyak karya; 3) didukung oleh masyarakatnya.
Keragaman latar belakang pendidikan, sosial dan kultural tidak mematikan komunitas ini. Malah sebaliknya, keragaman yang ada menjadi kekayaan tak ternilai. “kami bersatu karena keroncong. Dan kami semakin bersatu, karena kami orang Indonesia,” demikian dinyatakan oleh Sigit Yulianto salah satu pegiat di Keroncong Community.
Aktivitas Komunitas Keroncong
Pluralitas keanggotaan KC menentukan keseluruhan aktivitas komunitas ini. Beragam jenis pekerjaan dan juga latar belakang kultural memperkaya wacana komunitas ini dikaitkan dengan perkembangan musik keroncong. Bahkan, tidak sedikit dari komunitas ini memiliki agenda yang padat akan pentas musik keroncong di berbagai tempat.
OK Jempol Jenthik dan juga OK Talentera pada bulan Desember 2007 dan Januari 2008 banyak mengisi acara Perayaan Hari Raya Natal, hal yang positif bagi perkembangan musik keroncong. Di mana keroncong telah bisa masuk sebagai bagian musik gerejani. Hal ini bisa dikembangkan lebih jauh misalnya saja acara Syawalan pun menghadirkan irama keroncong sebagai hiburan musik rohaninya. Tentu, untuk itu butuh komitmen dan kerja keras serta sikap terbuka bagi segenap kalangan.
Penggalangan dana juga dilakukan oleh KC untuk menopang kegiatannya. Penjualan kaos sebagai media kampanye musik keroncong juga dilakukan, hasil dari penjualan kaos ini sebagian dialokasikan bagi biaya operasional KC, salah satunya untuk penerbitan, demikian disampaikan oleh Lala Nisita (22 th), salah satu penggiat KC.
”Kami bermimpi, suatu saat nanti KC bisa menyelenggarakan atau setidaknya menggagas diadakannya Festival Keroncong Nasional, setiap peserta berkewajiban menampilkan minimal 2 karya asli mereka. Hal ini akan semakin menambah perbendaharaan lagu keroncong Nasional. Kami mungkin belum begitu konsentrasi pada upaya peningkatan kualitas musik, tetapi kami masih mendorong setiap orang untuk berkarya terlebih dahulu,” itu harapan Haris menyikapi aktivitas KC di masa mendatang.
Aktivitas KC sangat ditentukan oleh keragaman anggotanya, hal ini mencerminkan KC dibentuk untuk menjadi wadah dan sekaligus media menyalurkan gagasan seluruh anggota. Dan nampaknya, hal ini juga mendorong bagi seluruh anggota KC untuk mendorong bagi pencapaian tujuan negara Indonesia yang mencoba mengakomodir seluruh warganegaranya, bukan hanya segelintir orang saja.
OK TALENTERA : Komunitas keroncong itu perlu
Orkes Keroncong (OK) Talentera merupakan salah satu anggota komunitas keroncong. OK Talentera yang salah satunya digawangi oleh Puji Heru (36 th) menyatakan bahwa KC sangat penting bagi upaya menggiatkan keroncong. “Saya pribadi, sebagai salah satu pegiat musik keroncong, melalui OK Talentera ini, membutuhkan media informasi yang berkaitan dengan musik keroncong, sehingga kami bertukar informasi dan ilmu. Saya berharap bahwa dengan adanya media informasi keroncong, musik keroncong bisa semakin berkembang.”
Sebagai grup keroncong, OK Talentera membutuhkan masukan dan rivalitas untuk memacu daya kreatifnya. Dan KC merupakan salah satu ruang yang dipakai untuk menimba ilmu, sekaligus menuangkan sebagian kegelisahan terhadap perkembangan musik keroncong di Indonesia.
(mboets2000)