Nrimo Ing Pandum Seorang Warsidi
“Coba kamu berteriak sekeras mungkin”, kata Ilyas Pais kepada Warsidi kecil. Kalimat yang diucapkan seorang pemain melodi keroncong di Bandung itu akhirnya mengantarkan Warsidi, pria kelahiran Kendari 17 Maret 1948 ke dalam perjalanan hidup yang tidak pernah lepas dari Musik Keroncong. Hanya dengan mendengar teriakan, mulailah Ilyas Pais mengajarkan Warsidi bernyanyi keroncong. “Saya kemudian diajari mat (tempo) keroncong dengan diiringi cuk”, jelas Warsidi.
Dua tahun mengajari bernyanyi keroncong, Ilyas Pais merasa cukup untuk mengikutsertakan Warsidi pada lomba keroncong. “Saat itu saya bersaing dengan Prapto, Toni, dll yang sudah lebih duluan menggeluti lagu-lagu keroncong”, ungkap pria sederhana ini. Alhasil Warsidi gugur di penyisihan. Kegagalan tidak membuat Warsidi patah semangat. Pada tahun 1974, Warsidi berhasil menyabet juara pertama Bintang Radio tingkat Provinsi Jawa Barat. Kemenangan serupa juga ia peroleh pada Tahun 1975 dan 1979. “Saat itu kompetisi lomba sangat ketat, karena harus melalui seleksi tingkat kabupaten kemudian pemenangnya diadu di tingkat propinsi”, ungkap pria yang mengidolakan Sri Hartati dan Sukardi ini. Warsidi yang mewakili Bandung mendapat juara pertama, diikuti Bogor sebagai juara kedua, dan ketiga oleh Cirebon. Tidak sampai disitu, mereka dikirim ke Yogyakarta dan harus kembali berkompetisi untuk dinilai ulang oleh juri yang berbeda. Meski demikian Warsidi tetap dinobatkan sebagai juara pertama, hanya juara kedua dan ketiganya dibalik yaitu Cirebon baru kemudian Bogor.
Sebagai berkah menjadi juara pertama tingkat Propinsi akhirnya Warsidi memperoleh kesempatan bersaing di tingkat Nasional. Ketika gladi resik para juri sudah memperkirakan yang bakal dapat juara pertama adalah antara Bandung atau Palembang. “Saya nyanyinya lancar sekali, tetapi sayang pada saat akhir ketika saya sudah selesai nyanyi musik masih terus berjalan, eh saya sudah meninggalkan panggung”, ungkap Bapak satu anak ini dengan nada menyesal. Hal itulah yang membuat Warsidi gagal meraih impian untuk menjadi nomor satu di tingkat Nasional.
Sudah banyak orkes keroncong yang menjadi naungan Warsidi di dalam mengekspresikan kecintaannya bernyanyi keroncong. Tidak hanya di Bandung, di kota Malang pun Warsidi pernah ikut meramaikan panggung keroncong. Tercatat dia pernah terlibat di Orkes Keroncong Dewi Persada Malang. Ada kejadian lucu ketika Warsidi menonton sebuah pertunjukan keroncong. Seorang temannya yang tahu persis Warsidi bisa bernyanyi keroncong mendaulatnya untuk bernyanyi di atas panggung. “Padahal waktu itu saya hanya pakai sarung, tetapi teman saya ngeyel lalu menyuruh saya untuk berganti menggunakan pakaian dia”, kenang Warsidi. “Waktu itu saya membawakan lagu Yen Ing Tawang Ono Lintang … eee setelah itu saya tidak boleh turun panggung”, sambung Warsidi.
Karena keindahan suaranya itulah suatu saat Warsidi diminta untuk bergabung ke dalam Orkes Keroncong Studio milik Departemen Kebudayaan pimpinan Agam Kadim. Warsidi dijanjikan untuk bisa diangkat sebagai pegawai negeri. Namun karena nasib belum berpihak padanya, akhirnya Warsidi pun gagal menjadi Pegawai Negeri. “Tapi ya sudah, mungkin itu bukan rejeki saya, diterima saja”, jelas Warsidi. Memang Nrimo Ing Pandum yang berarti menerima dengan penuh iklas menjadi motto Warsidi di dalam menjalani kehidupannya.
Kini di usianya yang sudah makin senja, Warsidi masih setia menjalani hari-harinya dengan bernyanyi dan melatih keroncong dari satu orkes ke orkes yang lain di Bandung. Bahkan karena sering latihan sampai larut malam, Warsidi bergantian tidur di rumah satu pimpinan orkes keroncong ke rumah pimpinan orkes keroncong yang lain Beberapa Orkes Keroncong di Bandung memang menggunakan kemampuan Warsidi untuk membantu melatih penyanyi-penyanyinya. “Saya tidak pernah mengatakan melatih, saya selalu mengatakan ayo belajar bareng”, jelas Warsidi. “Apa yang saya miliki kalau ada yang memerlukan akan saya berikan setulus-tulusnya”, tambahnya. Ketika ditanya tentang pesannya untuk anak muda Warsidi mengungkapkan, “Pesan saya untuk anak muda, kalau sudah bertekad untuk bernyanyi keroncong teruslah melatih suaranya dengan konsisten dan jangan berlatih hanya pada saat akan ada lomba saja”. Menyikapi terkadang antar group keroncong sering terjadi persaingan, Warsidi mengungkapkan,”Bersaing secara sehat itu boleh dan perlu tetapi jangan sampai sikut-sikutan”. “Kalau sebuah group keroncong memang berkualitas haruslah diakui kualitasnya itu meski secara pribadi dengan pimpinannya tidak ada kecocokan”, ungkap Warsidi menutup pembicaraan. Sebuah harapan yang mulia dan nampaknya harus direnungkan dan diperhatikan oleh setiap group keroncong yang ada. (abw).