Keroncong Terdidik, Keroncong Bangkit!!!

Pada Bulan Mei  terdapat 2 (dua) moment besar bagi bangsa Indonesia, yakni Hari Pendidikan dan Hari Kebangkitan Nasional. Dua momentum tersebut tidak bisa dipisahkan satu sama lain, sebab pendidikan merupakan dasar bagi suatu bangsa untuk bisa meraih tujuan didirikannya, dan dari kesadaran kritis yang terbangun, suatu bangsa pada akhirnya bisa bangkit, menemukan jati diri yang sesungguhnya.

Pada edisi ini, Tjroeng mengangkat tema Pendidikan dan Kebangkitan dikaitkan dengan situasi dan kondisi perkembangan musik keroncong di Indonesia serta langkah-langkah apa yang harus dilakukan dalam rangka membangkitkan musik keroncong sebagai musik nasional.

Tidak ada dukungan

Sampai saat ini tidak ada dukungan dari pihak sekolah, untuk memasukkan musik keroncong ke dalam kurikulum pendidikan kesenian di sekolah kami,” demikian jelas Siparlin Sihite (31 tahun) seorang guru di SMP BPK International Petamburan.  Lebih lanjut, Siparlin melihat bahwa kelemahan pendidikan kesenian pada umumnya adalah terletak pada cara pandang yang keliru terhadap pendidikan kesenian itu sendiri. ”Kesenian itu dianggap hanya sebuah pelengkap, jadi dipandang sebelah mata” jelasnya. Rekan kerja Siparlin, Yetty Lovania (35 tahun), memiliki mimpi di sekolahnya ada kegiatan musik keroncong. Yetty, penyuka Keroncong Kemayoran berharap kesenian tidak lagi menjadi pelajaran pelengkap, tetapi menjadi mata pelajaran utama, karena dengan belajar musik akan menyeimbangkan penggunaan otak kiri dan otak kanan.

Pada sisi yang lain, kelemahan pendidikan kesenian saat ini adalah tenaga profesional yang masih kurang. ”Tenaga kependidikan yang ada sangat minim, yang terjadi untuk pendidikan kesenian diberikan dengan cara asal diberikan saja. Bahkan ada sekolah-sekolah tertentu yang mengajar kesenian tidak sesuai dengan keahliannya, hal ini yang menjadi kendala,” kata Kusdinarto (36 th).

Ketersediaan peralatan juga menjadi kendalai bagi berbagai sekolah formal dalam memfasilitasi siswa-siswinya untuk belajar dan mengenal musik, khususnya keroncong,”  demikian dinyatakan oleh Edy Laras (48 tahun) seorang guru bahasa di SMP Negeri III, Karangmojo, Gunung Kidul, yang sekaligus praktisi musik campursari. Lelaki bernama lengkap Herman Yusep Edy Subroto, melihat meski di sekolah telah diajarkan sedikit ilmu bermusik, namun pengembangan di luar sekolah juga minim, khusus untuk di kabupatennya.

Kebangkitan Keroncong

Situasi yang berbeda dengan pengalaman Siparlin dan Yetty, adalah Kusdinarto. Sebagai seorang guru yang memiliki hobby mendengarkan musik, Kusdinarto sebagai salah satu guru kesenian di SMP Santa Maria, Surabaya sangat beruntung karena pihak sekolah memiliki kepedulian yang sangat tinggi terhadap musik keroncong. ” Yang paling strategis untuk mengenalkan musik keroncong pada generasi muda adalah melalui kurikulum sekolah. Dengan cara ini mau tidak mau generasi muda akan belajar musik keroncong, disinilah musik keroncong mulai dikenal oleh anak muda. Yang paling penting lagi musik keroncong ini jangan sampai asing di telinga anak muda. Saya yakin, jika semua sekolah berperan aktif untuk mengenalkan musik keroncong kepada siswa-siswinya maka musik keroncong akan lebih dicintai oleh masyarakat, ” katanya tegas.

Pengenalan musik keroncong di SMP Santa Maria tidak mulus pada mulanya, ”Respons siswa terhadap materi musik keroncong ini, awalnya sedikit mengalami kendala namun pada akhirnya mereka terbiasa. Memang tidak mudah untuk menarik minta mereka ditengah-tengah perkembangan jaman seperti sekarang ini. Tetapi karena berawal dari sebuah kebiasaan maka mereka-pun akhirnya bisa menikmati juga,” lanjutnya. Dukungan SMP Santa Maria terhadap kegiatan musik keroncong.

Kebangkitan keroncong memang tidak bisa hanya mengandalkan kepada pendidikan sekolah, karena tetap dibutuhkan banyak dukungan, ”Pengorganisaian, pengkoordinasian, perencanaan pengembangan keroncong harus yang didukung dan partisipasi dari semua pihak. Bahkan perlu sering bertemunya seniman-seniwati, penggemar, pendukung, serta pihak-pihak pemerhati dan para stakeholders keroncong itu sendiri,” kata Edy Laras, guru yang sekaligus pentolan group musik Campursari Edy Laras tersebut.

Harapan Edy Laras nampaknya masih jauh panggang dari api, karena memang belum banyak tempat tempat untuk belajar keroncong. Namun di antara yang sedikit tersebut, telah muncul beberapa kelompok pembelajar keroncong. Salah satunya adalah Taman Surapati Chambers (TSC), dampingan Ages Dwiharso, salah satu personel Keroncong Toegoe. Melalui keahliannya memainkan biola, Ages memberikan pelajaran bagi remaja yang mau belajar memainkan alat musik tersebut. Dan berbicara soal keroncong Ages menyatakan, ”Memang tidak khusus keroncong, namun sebagai insan keroncong saya ikut mensosialisasikan keroncong kepada kawan-kawan yang tergabung dalam TSC ini,” dan dari pendidikan yang dilakukan, saat ini telah memberikan hasil cukup baik, karena TSC saat ini sudah mulai memasukkan irama keroncong sebagai salah satu musik yang dipelajarinya.

Forum Ekspresi Keroncong

Terlepas dari ada dukungan atau tidak dari berbagai pihak dalam mengembangkan keroncong, nampaknya Siparlin, Yetty dan juga Kudinarto sepakat bahwa dibutuhkan ruang berekspresi musik keroncong, dengan kondisi yang dapat disesuaikan di masing-masing tempat.

Forum musik keroncong, menurut saya sangat penting. Forum berekspresi atau temu musik keroncong merupakan sebuah media yang sama-sama mempunyai tujuan yang baik yaitu untuk menumbuh kembangkan musik keroncong di bangsa ini, dan tetap menjadi kebanggaan bagi masyarakat karena memiliki hasil budi daya manusia yang sangat adi luhung ini. Dengan adanya pertemuan-pertemuan tertentu dan secara periodik maka di situ akan terlahir ide-ide baru untuk perkembangan musik keroncong,” kata Kusdinarto bersemangat.

Kegelisahan Kusdinarto juga dirasakan oleh seorang Marco Marnadi, salah seorang pendiri Congrock Semarang. Untuk menggeliatkan keroncong Marco bersama Congrock dan juga dukungan dari Dewan Kesenian Semarang mendesain berbagai forum pementasan keroncong, baik melalui pementasan di panggung, televisi bahkan mendorong Pemerintah Daerah untuk membuat kebijakan pemberlakuan satu hari untuk seluruh hotel di Semarang untuk menyajikan musik keroncong bagi tamu-tamunya.

Kusdinarto berharap, untuk bidang pendidikan yang harus bisa terwujud adalah: 1) musik keroncong ini menjadi kurikulum nasional; 2) mendorong pemerintah untuk menjadikan musik keroncong, musik wajib putar di kantor-kantor pemerintahan pada hari tertentu dan menyanyikan lagu wajib nasional berjenis keroncong pada saat acara kenegaraan.

Melalui pendidikan keroncong, kita menantikan kebangkitan keroncong di masa mendatang. Musik keroncong yang mampu menjawab tantangan jaman, tanpa kehilangan akar dan sejarahnya. (mboets2000)

Please follow and like us:

tjroeng

Tjroeng Admin

4 thoughts on “Keroncong Terdidik, Keroncong Bangkit!!!

  • April 11, 2011 at 10:28 am
    Permalink

    Di lain sisi fenomena itu melupakan kita akan khasanah musik hasil cipta bangsa sendiri salah satunya Keroncong. Kalau tak cukup perangkat musiknya maka ia tidak akan bernama musik Keroncong.

  • May 13, 2011 at 2:38 am
    Permalink

    Rabu 30 3 harmonisasi terdengar dari dalam Gedung Balai Pertemuan Bumi Sangkuriang ketika alunan lagu Manuk Dadali dimainkan secara instrumnetal tepat pada pukul 8 malam untuk membuka pagelaran musik Yang Muda Yang Berkeroncong oleh Jempol Jhentik Orkes Keroncong JJOK . Yang Muda Yang Berkeroncong bersama Orkes Keroncong Jempol Jenthik JJOK Bandung adalah acara Apresiasi Musik Keroncong dwi bulanan yang digagas oleh Ir.H.

  • June 21, 2011 at 6:13 am
    Permalink

    Keroncong kini tidak lagi dipentaskan diruang tertutup tetapi juga ditampilkan di ruang-ruang publik. Dengan demikian sosialisasi musik keroncong pun telah sampai pada kalangan atas.. .Lala penyanyi utama KC menyanyikan lagu-lagu keroncong lgm stambul lagu daerah dan beberapa lagu barat…..

  • October 29, 2018 at 11:01 pm
    Permalink

    Terlepas dari ada dukungan atau tidak dari berbagai pihak dalam mengembangkan keroncong, nampaknya Siparlin, Yetty dan juga Kudinarto sepakat bahwa dibutuhkan ruang berekspresi musik keroncong, dengan kondisi yang dapat disesuaikan di masing-masing tempat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social media & sharing icons powered by UltimatelySocial