Keroncong Tenggara : Nafas Baru Keroncong
Pementasan Keroncong Tenggara di Komunitas Salihara pada Jumat – Sabtu 11 dan 12 Februari 2010 dihadiri oleh ratusan penonton yang memadati gedung Teater Salihara. Pementasannya sendiri memberikan warna baru dalam musik keroncong Indonesia. Beberapa repertoir keroncong baru disuguhkan, dan mendapatkan applaus dari pengunjung. Kehadiran musisi-musisi besar Indonesia, di antaranya Dwiki Darmawan, Adie MS, Jockie Suryoprayoga dan lain sebagainya dalam pertunjukan tersebut memberi penekanan bahwa pementasan Keroncong Tenggara bukanlah pementasan yang ala kadarnya. Tetapi menjadi keroncong yang terbuka dan menjawab tantangan jaman.
Keroncong Tenggara : terbuka
Kroncong Tenggara, demikianlah nama kelompok musik mereka sekaligus nama album pertama mereka yang diluncurkan tahun 2007. Nama ini diharapkan mencerminkan keterbukaan wilayah “tenggara” (yaitu posisi Nusantara dalam peta dunia) dalam menerima dan mengolah pengaruh dari berbagai ragam musik dunia. Gagasan tersebut tertuang secara nyata pada seluruh komposisi keroncong yang dipentaskan pada malam itu.
Dalam upayanya melahirkan musik dengan citarasa dan aspirasi baru, Ubiet, Dian HP dan Riza Arshad menggunakan kroncong sebagai titik tolak utama. Sambil mengadopsi berbagai ragam musik yaitu tango, jazz, melayu, pop dan klasik, mereka memperkuat jiwa kroncong. Mereka percaya bahwa kroncong menyimpan kekayaan yang terus bisa digali dan diperbaharui. Mereka bertiga, beserta dengan sejumlah pemusik handal Indonesia lainnya dari berbagai latar belakang musik, bekerja sama untuk menggarap sebuah rekaman kroncong baru.
Kroncong adalah salah satu musik populer tertua yang berkembang di Nusantara. Meskipun telah dikenal sejak abad ke-16, terutama dikalangan keturunan Portugis, musik ini baru populer dengan adanya radio dan teknologi rekaman. Kroncong juga salah satu jenis musik pertama yang beredar dalam bentuk piringan hitam. Ketika menyebar itulah kroncong pun terpengaruh oleh berbagai musik local. Karena itu, ia bisa dikatakan sebagai musik popular hybrid, yakni perpaduan antara musik Eropa dan musik Nusantara yang pertama.
Ubiet : gairah baru keroncong Indonesia
Ubiet (Nyak Ina Raseuki), sebagai vocalist Keroncong Tenggara adalah sedikit dari seniman musik merangkap ilmuwan musik di Indonesia. Ia dikenal dengan olah vokalnya yang memanfaatkan pelbagai gaya, teknik dan ekspresi. Bagi Ubiet, bernyanyi tak hanya sekedar menghasilkan suara merdu, namun juga menggarap bunyi yang disonan maupun yang tak harmonis. Sebagai penyanyi, doctor etnomusikologi ini telah menjelajahi berbagai genre musik pop, jazz, tradisi maupun kontemporer.
Kemampuan olah vocal Ubiet membawa nuansa dan gairah baru pada musik keroncong Indonesia. Geliat musik keroncong yang ditawarkan oleh Ubiet bersama Keroncong Tenggara merupakan salah satu upaya pemusik Indonesia dalam memahami dan menghidupkan keroncong. Gaya vocal mengolah gaya bernyanyi kroncong, dipadukan dengan berbagai gaya nyanyian Nusantara dan mancanegara, karakteristik gaya bernyanyi Ubiet.
Bersama Keroncong Tenggara, Ubiet seolah mengajak seluruh pegiat keroncong untuk semakin terbuka dan lebih kontekstual dalam menyikapi jaman yang terus berubah. (CR2010)