YANG MUDA BICARA KERONCONG

Saya baru pertama kali mendengar musik keroncong! Sebelumnya saya tidak tahu banyak mengenai musik ini. Saya terkagum-kagum saat mendengarnya. Sepertinya saya mulai menyukai musik keroncong !!!”

Begitu pernyataan Ivvone (13 th) remaja berkacamata minus ketika ditanya mengenai tanggapannya terhadap musik keroncong selepas menyaksikan Gebyar Keroncong yang disiarkan di TVRI pada tanggal 28 Januari 2008 lalu. Pelajar kelas VIII SMP Santa Maria Surabaya yang saat ini menjadi duta lingkungan yang tengah bersiap-siap mewakili Indonesia dalam pertemuan UNEP PBB di Norwegia ini, memang baru pertama kali memperhatikan musik keroncong, dan nampaknya seperti pepatah, ”tak kenal maka tak cinta”.

Pandangan remaja menggambarkan masa depan, sebab mereka-lah pemilik masa depan. Dan pada titik ini, sejauhmana pandangan remaja terhadap musik keroncong, sebab pandangan mereka serta harapan mereka akan menentukan nasib perkembangan musik keroncong di masa mendatang.

Ivvone, tidak lah sendiri sebagai remaja yang baru mengenal keroncong. Sebab memang sesungguhnya tidak banyak orang tua atau keluarga yang memberikan ruang bagi musik keroncong hadir mengisi rumahnya.

Pengalaman serupa juga dialami oleh Nikita (13 th), sesama pelajar di SMP Santa Maria Surabaya. Mendengarkan musik keroncong semula dianggap hal yang buruk. ” Ternyata lagu-lagu keroncong tidak seburuk yang saya kira. Lagu-lagu ini mempunyai ciri khas sendiri sehingga dapat menarik perhatian. Lagu-lagu keroncong memang tidak terlalu mudah untuk dicerna dibandingkan lagu Pop, akan tetapi irama lagu keroncong masih dapat diterima di telinga masyarakat.” Dan dibalik kenyataan itu, nada optimis disampaikan oleh gadis lincah berlesung pipit yang menginjak remaja, ”Keroncong juga harus mengikuti perubahan jaman, irama lagu keroncong sebaiknya sedikit dibuat berirama pop agar masyarakat muda mau mendengarkannya,” imbuhnya.

SMP Santa Maria Surabaya memang memiliki komitmen tinggi pada musik, dan salah satunya musik keroncong. Oleh karenanya, kegiatan ekskul-nya mendukung untuk itu. Lodivikus Yakobus Weruin (41 th), sang pengajar musik di SMP tersebut mendorong siswa-siswinya untuk mengenal keroncong. Salah satu cara memperkenalkan musik keroncong kepada siswa siswinya itu, Pak Yacobus, lelaki murah senyum kelahiran Larantuka ini mendorong anak didiknya untuk memperhatikan dan membuat apresiasi musik keroncong, dengan mengambil acara Gebyar Keroncong sebagai media nya.

Anak-anak kami anjurkan untuk menonton acara Gebyar Keroncong. Dan itu merupakan pengalaman yang gress, bener-bener anyar untuk mereka. Baru dalam tahap ’nyicip-nyicip’ seperti dalam acara wisata kuliner. Mudah-mudahan pada akhirnya musik keroncong bisa terasa ’mak-nyussss’ di hati para kawula muda ini,” papar ayah 2 (dua) anak ini dan lulusan Institut Seni Indonesia, Jurusan Musik Jogjakarta dengan logat campuran Surabaya dan Flores sembari tersenyum kepada Tjroeng.

Saya sejak SMP sudah suka keroncong, dan paling enak dengerin keroncong sambil tiduran,” papar Nia (22 tahun) lulusan Universitas Muhamadiyah Medan yang saat ini sudah bekerja di Perkebunan Kelapa Sawit di Riau. Meski tidak banyak, Nia memiliki beberapa koleksi CD keroncong kompilasi dari berbagai penyanyi.

Saya belum pernah mendengarkan lagu keroncong, kayak apa sih lagu keroncong itu ?” jawab Divan, kelas 6 SD saat Tjroeng bertanya, namun ketika Tjroeng memperdengarkan lagu Kr. Roda Dunia versi Kr. Pesona Jiwa yang dinyanyikan oleh Sundari Soekotjo kepada Divan, ”Enak juga ya lagu keroncong ini”, katanya. Ditanya lebih lanjut di sekolah diajarkan musik ini tidak ? dengan tegas Divan menjawab, ”TIDAK !”. Sekedar mengenal pun tidak apalagi diajarkan. Dengar kata keroncong juga baru kali itu. Parah memang !

Kaum Muda dan Keroncong Dekonstruktif

Kegelisahan remaja atau tepatnya generasi muda pada musik keroncong salah satunya terlihat pada sosok Bondan Prakosa, di mana Bondan dengan Keroncong Protol-nya mencoba membongkar image keroncong, dan berhasil. (lihat dalam rubrik Bas Bethot)

Sementara itu, di Jogjakarta terlebih dahulu muncul grup Kornchonk Chaos dan The Produk Gagal yang juga mencoba membongkar establishment musik keroncong. Meski lirik-liriknya dibuat sedikit nakal, tetapi secara kualitas musikalitas Keroncong Chaos dan juga The Produk Gagal cukup baik.

Kornchonk Chaos yang didirikan sejak 2001 memilih keroncong dengan maksud untuk mengusung misi kebudayaan, di mana banyak anak buda yang sudah lupa pada kebudayaan sendiri, dan Kornchonk Chaos mencoba mengulang kebudayaan lama seperti keroncong ini dengan bahasa anak muda. Dengan cara tersebut, generasi muda cukup banyak yang berminat terhadap musik keroncong. Pemasaran album perdana Kornchonk Chaos melalui jejaring mereka membuktikan bahwa hal baru yang mereka tawarkan diminati oleh masyarakat, terlihat CD lagu-lagu mereka terjual habis di counter-counter penjualannya.

Sementara itu, The Produk Gagal sebagai kelompok musik menyatakan dalam blog Friendsternya bahwa The Produk gagal adalah, ”Sekumpulan anak muda yang cakep-cakep..( ” diliat pake sedotan ” )…tapi hati-hati kalo lagi diatas pentas..mereka akan berubah 180′ dari segi penampilan…( ” jibang deh..alias jijik bangeet ” )… berdiri tgl 2 Maret 2002 mendirikan aliran musik yang mengambil keseharian kita yang dikemas dalam musik orkes moral, jadilah orkes moral The produk gagal, penuh dengan semangat, suka bikin susah panitia..tapi apa mau dikata itulah kita..dari jaman jebot alias belum lahir udah nyusahin..makanye prematur semua bentuknye..dan selalu ngeyel / bandel disegala medan.”

Produksi The Produk Gagal bisa disebut cukup banyak, yaitu : 1) Album Selamat Pagi Indonesia Compilasong dan 2) Wangikan Dunia, selain itu juga sudah memproduksi Video Klip Misteri di Balik Panggung dan Incest.

Gelombang perubahan secara sporadis telah dimulai, namun demikian air cipratan segar cukup bisa membasahi tanah keroncong yang mulai gersang. Nampaknya bagi sebagian kelompok, keroncong dekonstruktif menjadi pilihan bagi sebuah perubahan dalam diri keroncong itu sendiri di tengah rendahnya produktifitas musik keroncong.

Regenerasi Musik Keroncong

Perkembangan musik keroncong tidak bisa dilepaskan dari peran orang tua, keluarga dan lingkungan remaja. Pengalaman Ivvone, Nikita, dan Divan dan remaja-remaja lain menunjukkan bahwa cukup banyak remaja yang sama sekali asing dengan musik keroncong karena di lingkungan mereka termasuk keluarganya tidak pernah mengalunkan musik keroncong. Hal yang berbeda nampaknya adalah Yusi, ia hidup dalam lingkungan pemusik keroncong, yang oleh karenanya benih keroncong tumbuh subur dalam dirinya.

Secara umum pemahaman terhadap musik keroncong khususnya di kalangan remaja masih minim. Padahal perkembangan musik keroncong di masa depan sangat bergantung kepada mereka, sebab remaja dan anak-anak pemilik masa depan. Pada tangan mereka-lah masa depan keroncong berada. Dan itu pun sangat bergantung kepada lingkungan di mana mereka tinggal.

Benih yang baik membutuhkan lahan yang tepat untuk ia bisa tumbuh subur.


Kekhawatiran berlebihan orang tua bahwa suatu ketika keroncong akan punah seharusnya tidak perlu ditakutkan secara berlebihan, karena generasi penerus terus bermunculan meski jumlahnya tidak terlalu banyak. Salah satu dari yang sedikit itu ada pada sosok Yusiana Ariani (13 thn). Remaja kelas 2 SMP di Bandung yang akrab dipanggil Yusi ini semenjak masih duduk di kelas 3 SD sudah terbiasa menyanyikan lagu-lagu keroncong. Kemampuan Yusi ini tidak lepas dari peran Dadi, sang bapak yang seorang musisi keroncong. Semenjak kecil Yusi sudah ikut bapaknya pentas dari satu panggung ke panggung lain dan dengan iringan Orkes Keroncong yg berlainan pula.

Unik memang remaja seusia Yusi lebih tertarik keroncong daripada musik pop, hip-hop, rock, dll yang lebih banyak digandrungi remaja masa kini. Namun demikian belum pernah Yusi mendapatkan ejekan dari teman-temannya karena seleranya yang terbilang tidak umum, malah sebaliknya banyak yang menyampaikan pujian. “Musik keroncong itu enak didengar dan dinyanyikan”, jelas Yusi ketika ditanya mengapa suka keroncong. “Jangan sesekali mencemooh lagu keroncong karena ini adalah asli Indonesia“, jelas penyuka lagu Kr. Moresko ini. “Banyak juga dari teman-2 saya ingin bisa menyanyikan lagu keroncong, namun tidak tahu harus belajar kepada siapa”, imbuhnya. Keluhan teman-2 Yusi tentang sulitnya belajar keroncong harusnya menjadi perhatian pemerintah. Seni tradisi seperti tari yang dulu wajib diajarkan di sekolah-2 dasar, nampaknya kini harus kembali dilakukan. Keinginan mereka untuk belajar menyanyi keroncong juga membuktikan bahwa keroncong bukannya tidak relevan dengan selera anak muda sekarang, namun alasan seolah mereka enggan dgn musik ini cuma satu, yaitu karena mereka tidak pernah dikenalkan semenjak dini. (ABW)

Please follow and like us:

One thought on “YANG MUDA BICARA KERONCONG

  • December 8, 2011 at 10:58 pm
    Permalink

    kalo boleh tanya, lagu keroncong paling enak di dengar apa ya?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social media & sharing icons powered by UltimatelySocial