KERONCONG SEPENINGGAL GESANG
Langgam
Kabar sedih diterima oleh para pencinta musik keroncong di seluruh antero jagad negeri. Maestro Keroncong, Gesang Marto Hartono, tutup usia di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah, Solo, Jawa Tengah, Kamis (20/5) petang. Tim dokter menyatakan pencipta lagu Bengawan Solo ini meninggal akibat jantung lemah. Gesang meninggal dunia di usia ke-93 tahun.
Jenazah Gesang sebelum dimakamkan ditempat peristirahatan terakhir di Pemakaman Umum Pracimaloyo Makamhaji, Surakarta, terlebih dahulu dari rumah duka di Kemlayan disinggahkan di Pendapi Gede Balai Kota Surakarta untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat yang akan memberikan penghormatan terakhir kepada Gesang. Jenazah Gesang berangkat menuju Pendapi Gede dari rumah duka pukul 10.00 WIB dan pukul 14.00 WIB baru diberangkatkan menuju ke tempat peristirahatan terakhir di Pemakaman Umum Pracimaloyo dengan upacara kebesaran militer.
Tidak hanya para penikmat, penggemar dan kaum musisi keroncong yang merasa kehilangan, bumi ranah Indonesia pun seolah latah tersentak dengan kesedihan yang mendalam. Tiba-tiba saja semua stasiun televisi dan radio swasta berlomba-lomba meliput dan memantau prosesi ketiadaannya sang Maestro keroncong yang selama ini tidak pernah mereka pikirkan untuk sekedar mencoba mengangkat gaung lagu-lagunya ke tengah hangar bingar industri musik global dunia. Musik khazanah budaya asli Indonesia yang mereka anggap jadul dan ketinggalan zaman, sehingga pantas dilupakan, diasingkan karena dinilai tidak cocok dengan selera jaman, tanpa pernah ikut berpikir bagaimana peran serta sebuah media dalam ikut melestarikan budaya bangsa.
Kepergian sang Maestro adalah juga berkah bila dapat dikatakan demikian, berkah karena kepergiannya yang tak pernah disangka akan membuka mata masyarakat terhadap eksistensi musik keroncong yang selama ini terlupakan seperti tak pernah disinggung sebelumnya. Coba perhatikan selama satu dua bulan kepergian sang Maestro seolah keroncong hadir lagi ditengah-tengah masyarakat. Stasiun televisi dan radio-radio mendendangkan lagu-lagu kenangan keroncong jaman indung sayang, pagelaran-pagelaran digelar sepeninggal beliau, kenangan-kenangan akan keroncong kembali dihidupkan.
Ditengah-tengah kesedihan itulah, sambil memikirkan bagaimana meneruskan kembali perjuangan sang Maestro, masyarakat keroncong mengusahakan beberapa pagelaran yang diselenggarakan demi mengenang semangat juang seorang Gesang dalam mengangkat harkat derajat musik keroncong hingga sempat mendudukkan musik tersebut ditatanan belahan dunia yang setengah mati warganya memuja-muji sang Maestro bak seorang pujangga, tapi tidak di tanah airnya sendiri.
Pagelaran Keroncong Semalam Suntuk di Solo,
Meninggalnya Gesang memang menjadi duka masyarakat keroncong di seluruh penjuru tanah air, bahkan dunia. Duka yang lebih mendalam tentu sangat dirasakan oleh masyarakat Solo dan sekitarnya. Bagi masyarakat Solo, Gesang adalah tokoh yang telah mengharumkan kota Solo di mata dunia melalui lagu ciptaannya, Bengawan Solo.
Atas dasar cinta dan hormat yang begitu mendalam kepada Gesang, masyarakat keroncong Solo yang terdiri atas group-group keroncong dan penyanyi-penyanyi keroncong sepakat untuk membuat penghormatan kepada almarhum melalui pagelaran keroncong, tidak tanggung-tanggung pementasan itu dilakukan semalam suntuk. Wartono, yang merupakan wakil ketua Hamkri Solo bersama pengurus Hamkri lainnya kemudian berinisiatif untuk mensosialisasikan rencana ini. Dari mulut ke mulut, akhirnya rencana pementasan itu siap untuk dilaksankan.
Pementasan dilaksanakan di Ngarso pura bertepatan dengan 7 hari wafatnya Gesang. Tak kurang dari 25 group ambil bagian pada pementasan itu, dan penonton pun berjubel. Membludaknya animo group keroncong yang terlibat semakin memperjelas bahwa Gesang memang sungguh dihormati oleh insan keroncong. Group-group keroncong yang tampil pun tak sepeser pun menerima bayaran. Semua dilakukan dengan spontan, gotong royong, dan penuh keakraban. Ini kali pertama sebuah pementasan keroncong dilakukan semalam suntuk. Harusnya museum rekor Indonesia mencatat peristiwa bersejarah dan langka ini.
Hujan deras yang melanda kota Solo tidak menyurutkan niat group yang ingin tampil berpartispasi. Tepat pukul 00.00 pementasan dihentikan selama 15 menit, guna untuk mengheningkan cipta dan berdoa mengucap doa untuk Gesang yang telah mendedikasikan seluruh hidupnya untuk seni terutama musik Keroncong. Dan tepat pukul 06.00 group terakhir menyelesaikan lagu terakhirnya guna menutup pementasan semalam suntuk itu.
Parade Musik Keroncong di Bogor,
Momentum Hari Jadi Bogor ke 528 mengispirasi Yayasan Kerocong Indonesia mengenang Sang Maestro Keroncong Indonesia Gesang (alm) dengan menggelar parade musik keroncong selama tujuh jam di Botani Square Jalan Pajajaran Kota Bogor, Sabtu (5/6/2010).
Sebanyak sepuluh grup keroncong dari Jabadetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) serta dari Bandung, Garut dan Bandar Lampung menunjukan kebolehannya melantunkan lagu-lagu keroncong.
Parade Keroncong yang digelar dari pukul 11.00 hingga pukul 17.30 wib dibuka resmi Asisten Umum Sekretaris Daerah Kota Bogor, Arif Mustopa Budianto, dan disaksikan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwista (Disbudpar) Artiana Yanar Anggraeni dan Kepala Bidang Kebudayaan Disbudpar Shahlan Rasyidi.
Sekitar 50 lagu keroncong dibawakan oleh 10 grup keroncong. Meski acara bertajuk parade, diisi pula sesi mengheningkan cipta untuk mengenang jasa pria kelahiran Surakarta, Jawa Tengah, 1 Oktober 1917. Penyanyi dan pencipta lagu itu sudah memperkenalkan negara Indonesia ke belahan dunia lewat lagu Bengawan Solo. Mengawali pembukaan Asisten Administrasi Arif Mustopa Budianto, Kadisbudpar Artiana Yanar, dan Kabid Kebudayaan Shahlan Rasyidi yang diiringi 10 grup keroncong melantunkan lagu bengawan solo.
Terlebih lagi, kata dia, bahwa musik keroncong telah membawa banyak nama Indonesia ke berbagai forum dunia. Lagu bengawan solo milik mastero alm Gesang telah dikenal luas masyarakat dunia, bahkan telah dialihbahasakan dalam berbagai bahasa. “ Ini sebagai bukti bahwa music keroncong telah menjadi indentitas bangsa di forum–forum Internasional. “ kata Arif.
Kadisbudpar Artiana Yanar mengatakan, wafatnya Gesang Marto Hartono sang maestro keroncong 20 Mei lalu menjadi momentum untuk merefleksi diri bagi pencinta musik keroncong. Betapa tidak, di sekarang era ini, ternyata banyak generasi muda yang sudah melupakan sejarah bangsanya. Terutama kebanggaan terhadap hasil karya seni dan budaya perjuangan yang sudah banyak ditinggalkan.
“Kita berharap melalui parade musik keroncong memeriahkan HJB ke 528 akan menjadi tonggak bagi para generasi muda mengenal musik keroncong. Makanya, dalam parede keroncong ini kita juga tampilkan anak-anak sekolah yakni Grup keroncong SMP Negeri 19 Bogor, “ kata Artiana.
Mengenang Gesang di Jakarta: Keroncong Akan Tetap Lestari
Disemarakkan oleh penampilan pemain dan penyanyi remaja dari Orkes Keroncong Tugu, juga penyanyi senior Sundari Soekotjo, serta bintang-bintang baru pemenang lomba keroncong, seperti Ervina Semarmata dan Bagus Dewantoro, serta Tuti Maryati sebagai pembawa acara, acara mengenang Gesang berlangsung meriah di Gedung Kesenian Jakarta, Minggu (30/5) malam.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Himpunan Artis Musik Keroncong Indonesia (Hamkri) Iwan Kresna Setiadi menyatakan optimismenya, musik keroncong akan tetap lestari meskipun sejumlah kalangan menyatakan kekhawatiran, musik yang disebut punya akar dari musik Portugis ini kini surut di tengah maraknya musik pop.
Iwan menambahkan, Hamkri kini telah meluncurkan program seperti Keroncong Goes to School—seperti dilakukan di Sekolah Pilar di kawasan Cibubur—yang ditujukan untuk menumbuhkan minat di kalangan generasi muda terhadap musik keroncong. Bukti lain adanya minat anak-anak terhadap keroncong juga diperlihatkan oleh tampilnya penyanyi cilik Juliette Angela (8) bersama teman-temannya yang dari kalangan remaja yang membentuk Keroncong Tugu Junior.
Melalui berbagai program itu lah Iwan dan pencinta keroncong yang hadir malam itu antara lain ekonom Sri Edi Swasono menyuarakan optimisme bahwa keroncong bisa menjadi musik nasional dan tuan rumah di negeri Indonesia.
Sejumlah 44 lagu ciptaan Gesang dinyanyikan oleh para artis dari beragam generasi. Mahakarya Gesang ”Bengawan Solo” yang malam itu dinyanyikan oleh Sundari Soekotjo diketahui telah banyak dinyanyikan di sejumlah negara dengan bahasa masing-masing. Sambil menceritakan itu, Tuti Maryati mendemokan bagaimana ”Bengawan Solo” bila dinyanyikan dalam bahasa dan cengkok lain, seperti dalam bahasa Belanda, Jepang, dan Sunda.
Keroncong Dalam Renungan
Namun kesedihan tetap saja kesedihan tidak akan pernah hilang dari hati para pencinta keroncong sejati, airmata menetes bersama kepergian beliau. Akankan musik keroncong pada suatu masa akan berjaya kembali, bagaimana masyarakat keroncong dapat berdiri sama-sama menyatukan tujuan demi menurunkan bibit-bibit generasi bagi musik yang tidak mudah ini. Tanpa regenerasi, suatu kebudayaan hanya tinggal legenda yang hanya bisa diingat ceritanya tanpa patut dibanggakan. Akan seperti itukah nasib keroncong sepeninggal Gesang? Ironis bagi mereka yang baru menghargai Gesang sebagai seorang Maestro Keroncong, Namun lebih ironis bagi para pejuang musik keroncong yang tidak dapat meneruskan musik ini kepada para generasi dibawahnya seperti pesan almarhum Gesang untuk terus melestarikan musik keroncong kepada generasi penerus.
Ada komentar menarik yang ditulis oleh seorang pakar etnomusikolog, composer, penasihat ahli bidang kebudayaan, yaitu Rizaldi Siagian pada pengantar buku Gesang, mengalir meluap sampai jauh karya Izharry AM. Beliau berkata bahwa keberadaan Gesang dikhazanah musik tanah air sesungguhnyalah sebuah anugrah. Namun, mayoritas kita tidak melihatnya demikian. Sejak lama Gesang dianggap biasa-biasa saja. Apalagi ketika keroncong dan langgam Jawa mulai memudar dan nyaris punah. Gesang yan terlupakan itu kemudian berpulang dan sontak kita mengelu-elukannya. Apakah itu karna karyanya? Saya ragu. Seorang seniman seharusnya dihargai karena karya, bukan karena iba hati, apalagi karena keinginan kita untuk tampil sebagai pembela kesenian. Sangat tajam dan pantas dijadikan bahan renungan bagi kita semua. (CR2010)