Budiman BJ, Sang Maestro.
BUDIMAN BJ, Sang Maestro. Komponis Dan Musisi Keroncong.
Setia Menjaga Kelanggengan Musik Keroncong Sampai Akhir Hayatnya.
Lahir: Semarang, 19 Februari 1938
Wafat: Klaten, 2 Januari 1990
“Kalau keroncong memang perlu berubah, mengapa kita terus menengok ke masa lalu saja? Dalam keroncong asli, perubahan jangan sampai membuat harmoninya hancur. Sedang untuk jenis keroncong baru, silahkan apa saja, asal bagus dan menarik†– Budiman (wawancara dengan harian Kompas 31 Juli 1988).
Periode 1938 – 1964
Budiman terlahir sebagai putra terakhir dari pasangan sederhana bapak Jaiman dan ibu Aminatun pada tanggal 19 Februari 1938 di Semarang, Jawa Tengah. Sang ayah, Jaiman, adalah musisi keroncong, seorang pemain biola yang merupakan anggota Orkes Keroncong S.O.V.L.A.S.O pada medio tahun 30an, sementara ibunda Aminatun, bekerja sebagai mandor di lapangan terbang Pangkalan Udara Angkatan Darat Kalibanteng, Semarang. Budiman memiliki 3 orang kakak yang kesemuanya laki-laki. 3 dari 4 putra pasangan Jaiman dan Aminatun berkecimpung di dunia seni, di mana 1 orang sebagai pelukis (Suwito, putra kedua) dan 2 orang sebagai pemain biola/ musisi keroncong (Daryono, putra ketiga, dan Budiman sendiri). Putra tertua (Sudarmadi) memilih profesi sebagai mantri kesehatan dan sampai akhir hayatnya bertugas di RS Dr. Kariadi di Semarang.
Pada tahun 1950 sang ayah memimpin OK Penglipor Hati, di mana digrup inilah pemuda Daryono, Budiman dan kawan-kawan sebaya berlatih. Diusia yang masih sangat dini, sekitar 12 tahun, Budiman sudah mulai berlatih biola dan bermain keroncong. Berbekal darah seni yang diwarisi dari sang ayah, serta bakat dan keterampilan yang lebih baik dibandingkan yang lainnya membuat Pastor Van Dence yang bertugas di SMA Loyola Semarang tertarik untuk memberi pelajaran bermain biola dengan lebih intens. Pastor Van Dence semakin kagum kepada kemampuan Budiman dalam menyerap seluruh pelajaran yang diberikan hingga mengajak Budiman ikut kembali ke Belanda untuk dapat lebih memperdalam kemampuannya bermain biola. Budiman dengan terpaksa menolak keinginan tersebut dengan alasan tidak ingin terlalu jauh dari keluarga, terutama dengan ibundanya.
Berbekal kemampuan yang sudah semakin berkembang setelah selama beberapa tahun menimba ilmu pada sang pastor, membuat pemuda Budiman mendapatkan kesempatan untuk bergabung menjadi anggota Orkes Radio Semarang (ORS) pimpinan Samsi. Pada periode ini, untuk mengisi waktu luang diluar kegiatan ORS, Budiman banyak bergabung dengan beberapa orkes keroncong di Semarang, salah satunya dengan OK Bunga Mawar pimpinan Norman dan membawa grup orkes keroncong ini menjadi Juara Pertama dalam Kejuaraan Keroncong Tri Tunggal Jawa Tengah pada tahun 1962.
Periode 1964 – 1988
Pada tahun 1964 di usianya yang ke 26 Budiman memutuskan pergi ke Jakarta guna memperluas wawasan musikalitas dan mengembangkan diri. Di Jakarta, Budiman langsung bergabung dengan Orkes Simfoni Studio Djakarta (OSD) pimpinan Iskandar dan Ady Dharma. Hal ini tidak terlepas dari kemampuan bermusik serta adanya hubungan baik Samsi (pimpinan ORS) dengan Iskandar dan Ady Dharma.
Kembali, guna mengisi waktu luang serta menambah jam terbang, Budiman bergabung ke banyak grup keroncong di Jakarta. Salah satunya pada tahun 1965 Budiman sempat membantu OK Dian Irama pimpinan M. Wiromo mengeluarkan album di perusahaan piringan hitam Remaco dan OK Mustika pimpinan L. Sudianto di perusahaan piringan hitam El Shinta. Para pemain OK Dian Irama yang dapat dicatat adalah Budiman (biola), Mulyono (flute), Beng Wan (melodi gitar), Marzuki (bass), Umang (cello) dan M. Wiromo (cuk/cak).
Pertengahan tahun 1967, tepatnya pada tanggal 2 Juni 1967 Budiman menikah dengan Siti Rejeki, teman masa kecil di kampung halaman, daerah Madukoro, Krobokan, Semarang dan dihadiri oleh seluruh teman-teman dari OK Dian Irama. 4 hari setelah pernikahan ini Budiman memboyong sang istri kembali ke Jakarta.
Selang beberapa minggu setelah pernikahannya Budiman pergi meninggalkan sang istri untuk mengikuti Misi Kesenian Indonesia yang berkunjung ke Thailand dan Singapura bersama-sama dengan Masnun, Surti Suwandi, Achirudin dan Beny Waluyo. Sekembalinya dari lawatan tersebut Budiman mendapat kepercayaan untuk memimpin OSD menggantikan Iskandar, dengan penyanyi-penyanyi dari RRI Djakarta yang selalu tampil bersamanya, antara lain Sumiyati Hadi (ibunda Dian Permana Putra), Masnun Sutoto, M. Rivani dan Sayekti. Di awal tahun 1970 Budiman mengundurkan diri dari OSD dikarenakan tidak lagi dapat membagi waktu antara OSD dan OK Bintang Jakarta.
Tahun 1968 Budiman membantu OK Puspa Rini pimpinan Enny Kusrini mengikuti Festival Keroncong di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta dan berhasil meraih predikat sebagai Juara Ketiga. Keberhasilan-keberhasilan yang diraih oleh Budiman membuatnya terpacu untuk membentuk orkes keroncong sendiri, yang kemudian diberi nama OK Bintang Jakarta dengan formasi paling awal yang tercatat sebagai berikut; Budiman (biola), Mulyono (flute), Darmojo (bas), Darmanto (cello), dan Dirno (cuk), sedangkan untuk pemain cak dan melodi gitar penulis tidak ingat.
Walaupun OK Bintang Jakarta sudah terbentuk tetapi Budiman masih tetap membantu orkes keroncong lain yang membutuhkannya. Beberapa diantaranya adalah OK Irama Eka pimpinan Drs. Budiono yang dibawanya meraih Juara Pertama dalam Festival Keroncong di Taman Ismail Marzuki pada tahun 1970.
Di tahun 1972 Budiman juga berhasil membawa OK Suara Marga pimpinan M. Wiromo menjadi Juara Pertama dalam Festival Keroncong di Djakarta Fair. Pada kesempatan ini Budiman juga berhasil meraih prestasi pribadi sebagai Pemain Biola Terbaik Keroncong Vaandel Concours. Di periode 1972 inilah Budiman mulai merintis meremajakan seni keroncong dengan langkah terpadu berupa peremajaan pemusik, variasi nada dan Irama, perbendaharaan lagu dan lain-lain. Langkah ini beriringan dengan yang dilakukan oleh Idris Sardi dengan “keroncong beatâ€nya bersama OK Tetap Segar.
Di periode tahun 1974-1976 Budiman BJ juga sempat bergabung dan membantu grup gambang kromong Naga Mustika pimpinan Surjahanda dalam menggarap beberapa piringan hitam dengan penyanyi Benyamin S. Pada periode yang sama pula Budiman BJ bergabung bersama beberapa teman dalam satu grup band dengan pemainnya antara lain Agus (melody gitar), Norman Rachman (drum) dan Emil (bas). Budiman BJ sendiri memainkan keyboard. Grup band inilah yang sebagian besar mengisi musik pada film-film Benyamin S dan lain-lain, dimana Budiman BJ sebagai Penata Musik nya.
Dapatlah dikatakan bakat Budiman BJ dalam bermusik dan berkesenian melintasi batas, tidak hanya di musik keroncong namun juga mampu dan dapat mengaransemen dengan baik lagu-lagu dalam bentuk gambang kromong dan pop. Pasang surut di OK Bintang Jakarta membuat Budiman terpaksa harus mereformasi grup keroncongnya. Sekembalinya dari tour di Jawa Timur Budiman mengganti sebagian besar pemainnya, dengan komposisi anggota barunya; Budiman (biola), Mulyono (flute), Karso Narimo (bas), Acep Jamaludin (melodi gitar), Nunung (cuk) dan Lilik (cak). Penampilan perdana dengan formasi baru ini dilangsungkan di Taman Ismail Marzuki dengan menampilkan penyanyi antara lain Enny Kusrini dan Darsih Kissowo dengan format medley dan mendapat sambutan hangat dari masyarakat pencinta keroncong.
OK Bintang Jakarta yang dipimpin Budiman mulai menunjukkan prestasinya saat di tahun 1976 berhasil meraih predikat Juara Kedua dalam Festival Keroncong di Taman Ismail Marzuki Jakarta. Setahun kemudian, 1977, akhirnya OK Bintang Jakarta berhasil meraih Juara Pertama dalam Festival Keroncong Se DKI Jakarta di Taman Ismail Marzuki, dan berhak maju mewakili DKI Jakarta dalam ajang Festival Musik Keroncong Tingkat Nasional I yang akan dilangsungkan tahun berikutnya. Pada Festival Musik Keroncong Tingkat Nasional I Tahun 1978, OK Bintang Jakarta menjadi kampiun dengan meraih predikat Juara Pertama serta predikat sebagai Unit Musik Keroncong Terbaik.
Kediaman Budiman di daerah Kebon Kosong, Kemayoran Jakarta Pusat, yang juga merupakan tempat berlatih OK Bintang Jakarta, sering dikunjungi penggiat seni keroncong, termasuk musisi dan penyanyi, untuk bersama-sama saling mengasah dan melatih diri. Kegiatan ini yang berlangsung setiap beberapa kali dalam seminggu rupanya menarik perhatian para pemuda di sekitar kediaman Budiman yang beberapa diantaranya merupakan anggota Karang Taruna. Pada satu kesempatan beberapa anak muda ini dengan didampingi oleh salah seorang tokoh masyarakat bernama Om Yono, yang juga merupakan teman baik Budiman, datang berkunjung dan menyampaikan keinginan untuk dapat belajar memainkan musik keroncong. Bagai gayung bersambut, Budiman yang memang berusaha mengenalkan dan mencari bibit baru dari kaum muda sebagai salah satu upaya melestarikan dan regenerasi seni keroncong, dengan antusias menyambut keinginan tersebut dan dengan segera menyediakan jadwal latihan untuk mereka.
Sungguh merupakan perjuangan yang sangat berat dan menantang dalam melatih para pemuda ini. Hal ini dikarenakan para pemuda tersebut sama sekali tidak memiliki dasar pengetahuan mengenai keroncong, bahkan alat musik keroncong pun baru mereka sentuh saat pertama kali latihan. Beberapa nama pemuda yang penulis masih ingat saat pertama datang berlatih adalah Uus (bas), Iis (cuk), Ogung (cak), Ipung (cello), Suhar (melodi gitar). Di kemudian hari, dikarenakan ada beberapa pemuda yang tidak bisa berkembang dalam mengikuti latihan, masuklah pengganti-penggantinya yaitu Jamal (melodi gitar) dan Uuk (cak, yang sampai sekarang masih aktif). Kemudian bergabung Bambang Heri (putra legenda keroncong Waljinah) untuk mengisi posisi flute. Dan untuk kepentingan festival, ditunjuklah Nunung (pemain cuk OK Bintang Jakarta) untuk mengisi posisi biola. Orkes keroncong yang berisi para pemuda ini kemudian diberi nama OK Panorama 79, sesuai namanya dibentuk pada tahun 1979.
Pada tahun 1981 OK Panorama 79 tampil pertama kalinya ke depan publik pada ajang Festival Musik Keroncong Tingkat Nasional II dan berhasil meraih predikat sebagai Juara Pertama. Buah kerja keras ini membuat OK Panorama 79 ditunjuk oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan DKI Jakarta sebagai Duta Seni ke berbagai pelosok tanah air pada medio 1981 dan 1982. Dengan adanya 2 grup orkes keroncong yang dipimpinnya, Budiman harus secara adil membagi pekerjaan untuk masing-masing grup. OK Bintang Jakarta yang semula tampil di beberapa kegiatan off air, seperti tampil di Istana Negara, kediaman Gubernur DKI Jakarta dan beberapa tempat lainnya, harus berbagi panggung dengan OK Panorama 79. Namun untuk pembuatan album rekaman Budiman tetap mengandalkan OK Bintang Jakarta yang lebih dulu berkibar dan dikenal luas. Penyanyi-penyanyi yang sering ikut serta di Istana Negara dan kediaman Gubernur DKI Jakarta antara lain Eni Kusrini, Waljinah, Sri Widadi, Sundari Sukotjo, Tuti Maryati Djakaria, Toto Salmon, Mamiek Prasitoresmi, Sukardi dan lain-lain. Sementara itu OK Panorama 79 mendapat kesempatan tampil pada Irama Keroncong di TVRI Stasiun Pusat Jakarta, bergantian dengan OK Gita Pusaka pimpinan Achmad pada periode antara tahun 1986 hingga 1988.
Pada awal 1980an, formasi pemain OK Bintang Jakarta kembali mengalami perubahan yang terakhir kalinya dengan masuknya Bambang Heri sebagai pemain flute menggantikan Wawiek. Awalnya pergantian ini hanya bersifat sementara namun pada akhirnya Bambang Heri secara penuh menjadi pemain OK Bintang Jakarta sekaligus juga sebagai pemain OK Panorama 79, baik untuk kegiatan rekaman album kaset ataupun untuk kegiatan off air atau penampilan secara live di panggung. Dengan demikian jika dicermati, dari anggota di OK Bintang Jakarta dan OK Panorama 79 ada beberapa nama yang sekaligus sebagai pemain inti di kedua grup tersebut, yaitu Budiman BJ (biola), Bambang Heri (flute) dan Uuk (cak). Hal ini dikarenakan posisi para pemain tersebut sangat sentral bagi kedua grup tersebut dan tidak tergantikan.
Dalam rentang waktu 1964 – 1988 ini, ada banyak kegiatan yang dilakukan oleh Budiman, diantaranya:
Tahun 1976 menjadi anggota Pengurus Besar HAMKRI Pusat dalam bidang Tehnik Musisi.
Tahun 1974 – 1981 sebagai Penata Musik untuk beberapa film Benyamin S, Eddy Silitonga, pelawak Jojon cs dan juga penyanyi cilik Diana Papilaya.
Tahun 1980 – 1983 menjadi staf pengajar pada Pusat Pelatihan Musik Keroncong Dinas Pendidikan dan Kebudayaan di Jl. Kimia 12 Jakarta. Salah satu penyanyi yang sukses dan berhasil masuk dapur rekaman bersama OK Bintang Jakarta, Heny Puriandari, adalah salah satu murid yang belajar menyanyi keroncong di pusat pelatihan ini.
Membuat album rekaman, mulai dari format piringan hitam hingga kaset, yang totalnya melebihi 20 album musik keroncong, baik berupa keroncong asli ataupun langgam Jawa, dengan jajaran penyanyi yang kondang di masanya, antara lain Eni Kusrini, Darsih Kissowo, Lilis Suryani, Masnun Sutoto, Waljinah, Bram Titaley, Tony Senjaya, Gesang, Toto Salmon, Sri Widadi, Wiwik Sumbogo, Indah Susanti, Heny Puriandari, Hetty Koes Endang, Neny Sri Wahyuni, Harvey Malaiholo, Rafika Duri, Grace Simon, Betharia Sonata, Tuti Maryati Djakaria dan lain-lain. Perusahaan-perusahaan rekaman yang banyak bekerja sama dengan Budiman antara lain Remaco, Irama Tara, Irama Mas, Musica Studio, Gemini, Virgo dan lain-lain. Budiman juga memberi kesempatan kepada beberapa penyanyi yang berhasil menjadi juara dalam ajang Bintang Radio RRI Tingkat Nasional untuk ikut bekerja sama membuat album rekaman, antara lain Sukardi (Jakarta), Tuti Maryati Djakaria (Jakarta), Subarjo (Yogyakarta), Sri Hartati (Yogyakarta), Sri Dwidadi (Surakarta) dan Mini Satria (Surakarta).